Assalamualaikum.wr.wb
Berikut informasi yang dapat kami sampaikan, untuk tugas TIK
A. Pengenalan Sejarah Keraton Kesepuhan Cirebon
Keraton Kesepuhan didirikan pada tahun 1529 oleh Pangeran Mas Mochammad Arifin II (cicit dari Gunung Jati) yang menggantikan tahta dari Sunan Gunung Jati pada tahun 1506. Ia bersemayam di dalam Agung Pakungwati Cirebon. Keraton Kaseouhan dulunya bernama Keraton Pakungwati, sedangkan Pangeran Mas Mochammad Arifin bergelar Panembahan Pakungwati I. Sebutan Pakungwati berasl dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Ia wafat pada tahun 1549 dalam Mesjid Agung Sang Cipta Rasa dalam usia yang sangat tua. Nama beliau di abadikan dan di muliakan oleh nasab Sunan Gunung Jati sebagai nama Keraton Pakungwati yang sekarang bernama Keraton Kesepuhan.
Berikut informasi yang dapat kami sampaikan, untuk tugas TIK
A. Pengenalan Sejarah Keraton Kesepuhan Cirebon
Keraton Kesepuhan didirikan pada tahun 1529 oleh Pangeran Mas Mochammad Arifin II (cicit dari Gunung Jati) yang menggantikan tahta dari Sunan Gunung Jati pada tahun 1506. Ia bersemayam di dalam Agung Pakungwati Cirebon. Keraton Kaseouhan dulunya bernama Keraton Pakungwati, sedangkan Pangeran Mas Mochammad Arifin bergelar Panembahan Pakungwati I. Sebutan Pakungwati berasl dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Ia wafat pada tahun 1549 dalam Mesjid Agung Sang Cipta Rasa dalam usia yang sangat tua. Nama beliau di abadikan dan di muliakan oleh nasab Sunan Gunung Jati sebagai nama Keraton Pakungwati yang sekarang bernama Keraton Kesepuhan.
![]() |
Taman di tengah keraton |
![]() |
Gapura tempat masuk keraton |
Memasuki jalan komplek Keraton di sebelah kiri terdapat bangunan yang cukup tinggi dengan tembok bata kokoh disekililingnya. Bangunan ini bernama Siti Inggil atau dalam bahasa Cirebon sehari-harinya adalah lemah duwur yaitu tanah yang tinggi. Sesuai dengan namanya bangunan ini memang tinggi dan Nampak seperti komplek candi pada zaman Majapahit. Bangunan ini di dirikan pada tahun 1529, pada masa pemerintahan Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
B. Arsitektur Keraton Kasepuhan Cirebon
Bangunan arsitektur dan interior
Keraton Kasepuhan menggambarkan berbagai macam pengaruh, mulai dari gaya Eropa,
Cina, Arab maupun budaya local yang sudah ada sebelumnya, yaitu Hindu dan Jawa.
Semua elemen atau unsure budaya di atas melebur menjadi satu pada bangunan
Keraton Kasepuhan tersebut.
Pengaruh Eropa tampak pada tiang-tiang bergaya Yunani, sejenis Dorik yang
digunakan pada bangunan pendopo Pancaniti. Bangunan tersebut letaknya di bagian
depan sebelah kanan. Tiangnya berbentuk bulat atau silindris serta mengecil
pada bagian ujungnya. Pada bagian bawah serta atas, tiang diberi hiasan tambahan
sederhana berbentuk persegi. Fungsinya sebagai hiasan maupun penyangga
konstruksi. Ukurannya sedang dan cenderung kurang proporsional untuk ukuran
bangunan Pancaniti yang relatif kecil.
Tiang semacam di atas terdapat juga pada bangunan Jinem Pangrawit, Jinem Arum
yang terletak di samping bangunan utama maupun bangsal Gajah Nguling. Bahkan,
tiang yang terletak di Jinem Pangrawit terdiri ata dua jenis, yaitu yang
berbentuk bulat dan segidelapan. Masing-masing diberi hiasan berupa cembungan
vertical di sekeliling badannya serta hiasan alas dan kepala yang indah. Di
seluruh permukaan badan tiang bulat diberi hiasan cembung kecil-kecil mengitari
seluruh badannya. Alasnya berupa bentuk persegi, tetapi hiasan kepalanya cukup
indah, berupa piringan tiga tumpuk dengan pinggiran bergerigi cembung.
Selanjutnya, pada bangunan Gajah Nguling yaitu semacam koridor terbuka yang
menghubungkan bangsal Jinem Pangrawit dengan bangsal Pringgondani, terdapat
enam buah tiang yang berbentuk bulat sama seperti tiang yang terdapat di
bangsal Jinem Pangrawit. Yang menarik, seluruh tiang tersebut digunakan untuk
menyangga konstruksi atap dari kayu bergaya arsitektur Jawa. Sehingga kesannya
kurang cocok karena tiang-tiangnya terlalu kokoh dan kesannya berat.
Arsitektur gaya Eropa lainnya berupa lengkungan ambang pintu berbentuk setengah
lingkaran yang terdapat pada bangunan Lawang Sanga (pintu Sembilan).
Masing-masing dari ketiga sisinya memiliki tiga lengkungan yang berangkai.
Bangunan tersebut letaknya di luar komplek keratin, bercampur dengan
rumah-rumah penduduk. Sehingga kesan kemegahan dan bernama putih yang di
tempatkan di kiri dan di kanan secara simetris. Seperti kita ketahui, burung
beo adalah burung yang pandai bicara seperti manusia.
![]() | |
Dinding yang berukir |
Dinding tersebut selain diberi hiasan relief—yang ditempatkan di
tengah-tengah—juga seluruh permukaan dindingnya di beri hiasan tempelan
porselen dari Belanda berukuran kecil 10 x 10cm berwarna biru (blauwe delft)
dan berwarna merah kecoklatan. Pada bagian paling bawah, dari permukaan lantai
bangsal Agung hingga lantai bangsal Prabayasa terdapat hiasan berbentuk
geometris meander berukuran cukup besar. Pada bagian tengahnya diberi tempelan
piring porselen Cina berwarna biru.
Lukisan pada piring tersebut melukiskan seni lukis Cina dengan teknik
perspektif yang bertingkat. Sebenarnya penempelan keramik dan porselen tersebut
juga ditemukan pada seluruh dinding bangsal termasuk pintu buuk yang terletak di
samping bangunan bangsal. Akan tetapi, polanya berbeda, yaitu diletakan secara
miring 45 derajat dan menyebar dalam jarak tetentu pada seluruh permukaan
dinding maupun pilar.
Pengaruh Cina juga terlihat pada ornament bangunan Kuncung menyerupai gapura
dengan ornament wadasan (batu cadas) di bagian bawah sebagai symbol kekuatan
dan Megamendung (awan mendung) di bagian atasnya. Kedua jenis ornament tersebut
symbol dari dunia atas dan bawah. Di tengah bangunan terdapat pintu
gerbang berambang lengkung dengan ditopang pilar bergaya Eropa, menunjukkan
kecenderngan gaya arsitektur yang beragam dan komplek.
C. Koleksi Museum Keraton Kesepuhan:
Koleksi alat-alat musik degung milik kraton kasepuhan yang merupakan hadiah dari sultan Banten yang menunjukkan hubungan penguasa Cirebon dengan penguasa Banten saat itu yang sama-sama didirikan pada masa kejayaan penguasa-penguasa Islam di Jawa. Di dalam deretan perlengkapan alat musik tersebut, terdapat alat musik rebana peninggalan sunan Kalijaga. Di sini kita bisa melihat percampuran antara tradisi Arab dan Jawa berpadu dalam proses penyebaran agama Islam di Jawa pada masa itu.
Koleksi alat-alat musik degung milik kraton kasepuhan yang merupakan hadiah dari sultan Banten yang menunjukkan hubungan penguasa Cirebon dengan penguasa Banten saat itu yang sama-sama didirikan pada masa kejayaan penguasa-penguasa Islam di Jawa. Di dalam deretan perlengkapan alat musik tersebut, terdapat alat musik rebana peninggalan sunan Kalijaga. Di sini kita bisa melihat percampuran antara tradisi Arab dan Jawa berpadu dalam proses penyebaran agama Islam di Jawa pada masa itu.
![]() |
Bangsal keraton |
![]() |
Meriam Portugis |
![]() |
Singa Barong |
Di dalam koleksi museum kraton kasepuhan lain yang menarik adalah kereta kuda, singa barong,
meriam portugis, tandu permaisuri dan relief kayu yang menggambarkan persenggamaan
antara laki-laki dan perempuan yang melambangkan kesuburan. Dalam kaitan ini,
kita bisa melihat bagaimana pengaruh tradisi Hindu-Budha dalam sejarah
pra-kolonial Jawa masih bertahan di dalam era kekuasaan raja-raja Islam di
Jawa. Meriam portugis yang menjadi bagian koleksi museum kraton kasepuhan juga
menunjukkan bagaimana hubungan sultan Cirebon tersebut dengan kekuatan maritim
Eropa yang mulai merambah jalur perdagangan rempah-rempah di Nusantara pada
abad 16 dan
![]() | ||||
Tandu yang di gunakan untuk mengarak anak raja yang akan di khitan |
![]() |
Gamelan keraton |
Gamelan ini masih di gunakan yaitu setahun sekali dalam event Maulid Nabi.
Sekian informasi yang dapat kami sampaikan, kurang lebihnya mohon maaf
Wassalamualaikum.wr.wb