Rabu, 28 Maret 2012

Keraton Kesepuhan - X.9 (tugas tik)


Assalamualaikum.wr.wb
Berikut informasi yang dapat kami sampaikan, untuk tugas TIK

A. Pengenalan Sejarah Keraton Kesepuhan Cirebon

                   Keraton Kesepuhan didirikan pada tahun 1529 oleh Pangeran Mas Mochammad Arifin II (cicit dari Gunung Jati) yang menggantikan tahta dari Sunan Gunung Jati pada tahun 1506. Ia bersemayam di dalam Agung Pakungwati Cirebon. Keraton Kaseouhan dulunya bernama Keraton Pakungwati, sedangkan Pangeran Mas Mochammad Arifin bergelar Panembahan Pakungwati I. Sebutan Pakungwati berasl dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Ia wafat pada tahun 1549 dalam Mesjid Agung Sang Cipta Rasa dalam usia yang sangat tua. Nama beliau di abadikan dan di muliakan oleh nasab Sunan Gunung Jati sebagai nama Keraton Pakungwati yang sekarang bernama Keraton Kesepuhan.
Taman di tengah keraton
               Di depan Keraton Kesepuhan terdapat alun-alun yang pada waktu zaman dahulu bernama Alun-alun Sangkala Buana yang merupakan tempat latihan keprajuritan yang di adakan pada hari Sabtu atau istilahnya pada eaktu itu adalah Saptonan. Dan di alun-alun inilah dahulunya dilaksanakan berbagai macam hukuman terhadap setiap rakyat yang melanggar peraturan seperti hukuman cambuk. Di sebelah barat Keraton Kesepuhan terdapat Mesjid yang cukup megah hasil karya dari para wali yaitu Mesjid Agung Sang Cipta Rasa. Sedangkan di sebelah timur alun-alun dahulunya adalah tempat perekonomian yaitu pasar – sekarang adalah pasar kesepuhan yang sangat terkenal dengan pocinya. Model bentuk Keraton yang menghadap utara dengan bangunan Masjid di sebelah barat dan pasar di sebelah timur dan alun-alun ditengahnya merupakan model-model Keraton pada masa itu terutama yang terletak di daerah pesisir. Bahkan sampai sekarang, model ini banyak diikuti oleh seluruh kabupaten/kota terutama di Jawa yaitu di depan gedung pemerintahan terdapat alun-alun dan di sebelah baratnya terdapat Masjid.
Gapura tempat masuk keraton
               Sebelum memasuki gerbang komplek Keraton Kasepuhan terdapat dua buah pendopo, di sebelah barat disebut Pancaratna yang dahulunya merupakan tempat berkumpulnya para punggawa Keraton, lurah atau pada zaman sekarang disebut Pamong Praja. Sedangkan pendopo sebelah timur disebut Pancaniti yang merupakan tempat para perwira keratin ketika diadakannya latihan keprajuritan di alun-alun.

               Memasuki jalan komplek Keraton di sebelah kiri terdapat bangunan yang cukup tinggi dengan tembok bata kokoh disekililingnya. Bangunan ini bernama Siti Inggil atau dalam bahasa Cirebon sehari-harinya adalah lemah duwur yaitu tanah yang tinggi. Sesuai dengan namanya bangunan ini memang tinggi dan Nampak seperti komplek candi pada zaman Majapahit. Bangunan ini di dirikan pada tahun 1529, pada masa pemerintahan Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).

 B. Arsitektur Keraton Kasepuhan Cirebon 

Bangunan arsitektur dan interior Keraton Kasepuhan menggambarkan berbagai macam pengaruh, mulai dari gaya Eropa, Cina, Arab maupun budaya local yang sudah ada sebelumnya, yaitu Hindu dan Jawa. Semua elemen atau unsure budaya di atas melebur menjadi satu pada bangunan Keraton Kasepuhan tersebut.
               Pengaruh Eropa tampak pada tiang-tiang bergaya Yunani, sejenis Dorik yang digunakan pada bangunan pendopo Pancaniti. Bangunan tersebut letaknya di bagian depan sebelah kanan. Tiangnya berbentuk bulat atau silindris serta mengecil pada bagian ujungnya. Pada bagian bawah serta atas, tiang diberi hiasan tambahan sederhana berbentuk persegi. Fungsinya sebagai hiasan maupun penyangga konstruksi. Ukurannya sedang dan cenderung kurang proporsional untuk ukuran bangunan Pancaniti yang relatif kecil.
               Tiang semacam di atas terdapat juga pada bangunan Jinem Pangrawit, Jinem Arum yang terletak di samping bangunan utama maupun bangsal Gajah Nguling. Bahkan, tiang yang terletak di Jinem Pangrawit terdiri ata dua jenis, yaitu yang berbentuk bulat dan segidelapan. Masing-masing diberi hiasan berupa cembungan vertical di sekeliling badannya serta hiasan alas dan kepala yang indah. Di seluruh permukaan badan tiang bulat diberi hiasan cembung kecil-kecil mengitari seluruh badannya. Alasnya berupa bentuk persegi, tetapi hiasan kepalanya cukup indah, berupa piringan tiga tumpuk dengan pinggiran bergerigi cembung.
               Selanjutnya, pada bangunan Gajah Nguling yaitu semacam koridor terbuka yang menghubungkan bangsal Jinem Pangrawit dengan bangsal Pringgondani, terdapat enam buah tiang yang berbentuk bulat sama seperti tiang yang terdapat di bangsal Jinem Pangrawit. Yang menarik, seluruh tiang tersebut digunakan untuk menyangga konstruksi atap dari kayu bergaya arsitektur Jawa. Sehingga kesannya kurang cocok karena tiang-tiangnya terlalu kokoh dan kesannya berat.
               Arsitektur gaya Eropa lainnya berupa lengkungan ambang pintu berbentuk setengah lingkaran yang terdapat pada bangunan Lawang Sanga (pintu Sembilan). Masing-masing dari ketiga sisinya memiliki tiga lengkungan yang berangkai. Bangunan tersebut letaknya di luar komplek keratin, bercampur dengan rumah-rumah penduduk. Sehingga kesan kemegahan dan bernama putih yang di tempatkan di kiri dan di kanan secara simetris. Seperti kita ketahui, burung beo adalah burung yang pandai bicara seperti manusia.
Texture Dinding di dalam keraton
Dinding yang berukir
               Dinding tersebut selain diberi hiasan relief—yang ditempatkan di tengah-tengah—juga seluruh permukaan dindingnya di beri hiasan tempelan porselen dari Belanda berukuran kecil 10 x 10cm berwarna biru (blauwe delft) dan berwarna merah kecoklatan. Pada bagian paling bawah, dari permukaan lantai bangsal Agung hingga lantai bangsal Prabayasa terdapat hiasan berbentuk geometris meander berukuran cukup besar. Pada bagian tengahnya diberi tempelan piring porselen Cina berwarna biru.
               Lukisan pada piring tersebut melukiskan seni lukis Cina dengan teknik perspektif yang bertingkat. Sebenarnya penempelan keramik dan porselen tersebut juga ditemukan pada seluruh dinding bangsal termasuk pintu buuk yang terletak di samping bangunan bangsal. Akan tetapi, polanya berbeda, yaitu diletakan secara miring 45 derajat dan menyebar dalam jarak tetentu pada seluruh permukaan dinding maupun pilar.
               Pengaruh Cina juga terlihat pada ornament bangunan Kuncung menyerupai gapura dengan ornament wadasan (batu cadas) di bagian bawah sebagai symbol kekuatan dan Megamendung (awan mendung) di bagian atasnya. Kedua jenis ornament tersebut symbol  dari dunia atas dan bawah. Di tengah bangunan terdapat pintu gerbang berambang lengkung dengan ditopang pilar bergaya Eropa, menunjukkan kecenderngan gaya arsitektur yang beragam dan komplek.
 
C. Koleksi Museum Keraton Kesepuhan:

Koleksi alat-alat musik degung milik kraton kasepuhan yang merupakan hadiah dari sultan Banten yang menunjukkan hubungan penguasa Cirebon dengan penguasa Banten saat itu yang sama-sama didirikan pada masa kejayaan penguasa-penguasa Islam di Jawa. Di dalam deretan perlengkapan alat musik tersebut, terdapat alat musik rebana peninggalan sunan Kalijaga. Di sini kita bisa melihat percampuran antara tradisi Arab dan Jawa berpadu dalam proses penyebaran agama Islam di Jawa pada masa itu. 

Bangsal keraton

Meriam Portugis
Singa Barong
 Di dalam koleksi museum kraton kasepuhan lain yang menarik adalah kereta kuda, singa barong, meriam portugis, tandu permaisuri dan relief kayu yang menggambarkan persenggamaan antara laki-laki dan perempuan yang melambangkan kesuburan. Dalam kaitan ini, kita bisa melihat bagaimana pengaruh tradisi Hindu-Budha dalam sejarah pra-kolonial Jawa masih bertahan di dalam era kekuasaan raja-raja Islam di Jawa. Meriam portugis yang menjadi bagian koleksi museum kraton kasepuhan juga menunjukkan bagaimana hubungan sultan Cirebon tersebut dengan kekuatan maritim Eropa yang mulai merambah jalur perdagangan rempah-rempah di Nusantara pada abad 16 dan

Tandu yang di gunakan untuk
mengarak anak raja yang akan di khitan




Koleksi penting lainnya dalam museum kraton kasepuhan adalah apa yang dikenal sekarang sebagai topeng Cirebon. Topeng ini adalah koleksi yang berasal dari periode Sunan Gunung Jati ini mewakili sebuah cerita tentang bagaimana seni lokal digunakan sebagai alat penyebaran agama Islam di wilayah Jawa Barat, yang dapat dibandingkan dengan penggunaan medium wayang oleh Sunan Kalijaga di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Gamelan keraton




 Gamelan ini masih di gunakan yaitu setahun sekali dalam event Maulid Nabi.





Sekian informasi yang dapat kami sampaikan, kurang lebihnya mohon maaf 
Wassalamualaikum.wr.wb 

Selasa, 27 Maret 2012

SELAMAT DATANG DI BLOG ANAK CIREBON

Disini kami akan memposting informasi seputar Keraton Kesepuhan,

Tak kenal maka Tak sayang,
Perkenalkan Kami : Anak Cirebon / Atau yang biasa di sebut "The Compongers" 
1. Andre sema restu hutama
2. Fonda henryanto
3. Irfan siswanto
4. Naufal aiman
5. Taufik Imam pramono

untuk info lebih lanjut dapat klik dari salah satu link diatas